.:: Hidup Mulia Atau Mati Sebagai Syuhada ::.

02 Maret 2009

Tokoh

IMAM BUKHARI

Ia lahir tahun 809 M / 149 H di Bukhara, sedangkan nama aslinya ialah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail Ibrahim bin Mughirah bin Bardzibah al – Ju’fi al – Bukhari. Ia mulai menghafal hadits – hadits Nabi sejak umur 10 tahun dan pada umur 16 tahun sudah banyak hadits – hadits yang ia hafalkan. Dalam menyelidiki hadits Nabi itu ia berkelana Bagdad, Basrah, Kufah, Mekkah, Madinah, Syam, Homs, Askalan, Bagdad, Naisabur dan Mesir. Bukhari telah menemui guru – guru yang membantunya dalam bergaul ilmu, sehingga kemudian ia bergelar Amirul Mu’minin dalam Hadits, sedangkan Imam Muslim menyebutnya sebagai Doktor ahli hadits dan kepala ahli – ahli hadits. Ia berhasil membedakan antara hadits yang sahih dengan yang tidak sahih walaupun dibalik sanadnya dan matannya karena keahliaanya. Karya tulisnya yang bernama “ Aljamiush Shahih “ telah menyita waktunya selama 16 tahun, dan setiap kali akan menulis hadits – hadits itu ia bershalat dua rakaat dan beristikharah kepada Allah. Buku tersebut adalah merupakan buku hadits yang paling sahih diantara buku – buku hadits (sunnah), paling shahih sesudah Al - Qu’ran, dan para Imam ahli hadits mengakuinya untuk diterima ummat Islam. Hadits Shahih Bukhari telah diterima oleh ulama salaf dan khalaf, yang sebelumnya tidak pernah muncul sebuah buku Hadits yang bisa melepaskan diri dari hadits – hadits yang tidak shahih. Dan menurut Dzahabi : “ Shahihul Bukhari adalah sebuah buku Islam yang paling agung sesudah Al – Quran “. Kata Syaikhul Islam Ibn Hajar : “ Para Ulama sepakat menyatakan bahwa Shahih Bukhari lebih istimewa dari shahih Muslim “. Kata Daraquthni : “ Tanpa Shahih Bukhari maka Shahih Muslim tidak akan muncul “.
Selain buku tersebut, Imam Bukhari menulis sebanyak 20 buku yang antara lain ialah “ Attarikhul Kabir “ (Sejarah Besar), yang pada akhir hayatnya buku itu diperluas dua kalinya.
Imam Bukhari terkenal sebagai seorang saleh, banyak beribadat, dan ahli pengetahuan, sehingga Imam Muslim menyatakan padanya : “ Seorang tidak akan membenci tuan, kecuali membenci itu adalah orang dengki, dan saya yakin bahwa dunia tidak ada yang seperti tuan “, yang maksudnya dalam hal keahliannya dalam Ilmu hadits.
Ketika pulang kenegrinya ia difitnah orang tentang keagamaan sehingga wali negeri Bukhara mengusirnya dari negeri itu, dan ia wafat pada tahun 869 M / 256 H dalam umur 62 tahun tanpa meninggalkan seorang anak, dan dikuburkan di Khartanak dekat Samarkand.

27 Januari 2009

Iman dan Taqwa landasan mencapai kesuksesan

Oleh : Ustadz Kholid Syamhudi

Kita diciptakan didunia ini untuk satu hikmah yang agung dan bukan hanya untuk bersenang-senang dan bermain-main. Tujuan dan himah penciptaan ini telah dijelaskan dalam firman Allah:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ مَآأُرِيدُ مِنْهُم مِّن رِّزْقٍ وَمَآ أُرِيدُ أَن يُطْعِمُونِ إِنَّ اللهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“ Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.

(QS. 51:56-58)

Allah telah menjelaskan dalam ayat-ayat ini bahwa tujuan asasi dari penciptaan manusia adalah ibadah kepadaNya saja tanpa berbuat syirik.

Sehingga Allah pun menjelaskan salahnya dugaan dan keyakinan sekelompok manusia yang belum mengetahui hikmah tersebut dengan menyakini mereka diciptakan tanpa satu tujuan tertentu dalam firmanNya :

أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لاَ تُرْجَعُونَ

Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami.

Ayat yang mulia ini menjelaskan bahwa manusia tidak diciptakan secara main-main saja, namun diciptakan untuk satu hikmah. Allah tidak menjadikan manusia hanya untuk makan, minum dan bersenang-senang dengan perhiasan dunia, serta tidak dimintai pertanggung jawaban atas semua prilakunya didunia ini. Tentu saja jawabannya adalah kita semua diciptakan untuk satu himah dan tujuan yang agung dan dibebani perintah dan larangan, kewajiban dan pengharaman, untuk kemudian dibalas dengan pahala atas kebaikan dan disiksa atas keburukan (yang dia amalkan) serta (mendapatkan) syurga atau neraka.

Demikianlah seorang manusia yang ingin sukses harus dapat bersikap profesional dan proforsonal dalam mencapai tujuan tersebut, sebab sesungguhnya tujuan akhir seorang manusia adalah mewujudkan peribadatan kepada Allah dengan iman dan taqwa. Oleh karena itu orang yang paling sukses dan paling mulia disisi Allah adalah yang paling taqwa, sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah:

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu.Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS. 49:13).

Namun untuk mencapai kemulian tersebut membutuhkan dua hal:

1. I’tishom bihablillah. Hal ini dengan komitmen terhadap syariat Allah dan berusaha merealisasikannya dalam semua sisi kehidupan kita. Sehingga dengan ini kita selamat dari kesesatan. Namun hal inipun tidak cukup tanpa perkara yang berikutnya, yaitu; 2. I’tishom billah. Hal ini diwujudkan dalam tawakkal dan berserah diri serta memohon pertolongan kepada Allah dari seluruh rintangan dan halangan mewujudkan yang pertama tersebut. Sehingga dengannya kita selamat dari rintangan mengamalkannya. Sebab seorang bila ingin mencapai satu tujuan tertentu, pasti membutuhkan dua hal, pertama, pengetahuan tentang tujuan tersebut dan bagaimana cara mencapainya dan kedua, selamat dari rintangan yang menghalangi terwujudnya tujuan tersebut.

Imam Ibnu Al Qayyim menyatakan: Poros kebahagian duniawi dan ukhrowi ada pada I’tishom billahi dan I’tishom bihablillah dan tidak ada kesuksesan kecuali bagi orang yang komitmen dengan dua hal ini. Sedangkan I’tishom bi hablillah melindungi seseorang dari kesesatan dan I’tishom billahi melindungi seseorang dari kehancuran. Sebab orang yang berjalan mencapai (keridhoan) Allah seperti seorang yang berjalan diatas satu jalanan menuju tujuannya. Ia pasti membutuhkan petunjuk jalan dan selamat dalam perjalanan, sehingga tidak mencapai tujuan tersebut kecuali setelah memiliki dua hal ini. Dalil (petunjuk) menjadi penjamin perlindungan dari kesesatan dan menunjukinya kejalan (yang benar) dan persiapan, kekuatan dan senjata menjadi alat keselamatan dari para perampok dan halangan perjalanan. I’tishom bi hablillah memberikan hidayah petunjuk dan mengikuti dalil sedang I’tishom billah memberikan kesiapan, kekuatan dan senjata yang menjadi penyebab keselamatannya di perjalanan.1

Oleh karena itu hendaknya kita menekuni bidang kita masing-masing sehingga menjadi ahlinya tanpa meninggalkan upaya mengenal, mengetahui dan mengamalkan ajaran islam yang merupakan satu kewajiban pokok setiap muslim. Agar dapat mencapai tujuan penciptaan tersebut dengan menjadikan keahlian dan kemampuan kita sebagai sarana ibadah dan peningkatan iman dan takwa kita semua.

Tentu saja hal ini menuntut kita untuk dapat mengambil faedah dan pengetahuan tantang syariat sebagai wujud syukur kita atas nikmat yang Allah anugerahkan. Semua itu agar mereka mengakui bahwa mereka adalah makhluk yang tunduk dan diatur dan mereka memiliki Rabb yang maha pencipta dan maha mengatur mereka.

Mudah-mudahan bermanfaat.


Sumber: bukhari.or.id